Masa kejayaan permainan tradisional di Indonesia, khususnya pada era 90an, menyimpan banyak kenangan indah. Salah satu permainan tradisional yang sangat populer dan digemari oleh anak-anak pada masa itu adalah Congklak. Permainan ini bukan hanya sekadar mengisi waktu luang, tetapi juga mengandung nilai-nilai edukatif dan sosial yang mendalam. Mari kita telusuri lebih jauh tentang permainan tradisional Congklak yang melegenda ini.
Congklak, yang juga dikenal dengan berbagai nama di berbagai daerah di Indonesia, seperti Dakon atau Congkak, dimainkan oleh dua orang. Alat utama dalam permainan ini adalah papan Congklak yang terbuat dari kayu atau plastik, dengan 16 buah lubang yang terdiri dari 14 lubang kecil yang berpasangan dan dua lubang besar di ujung kanan dan kiri yang disebut “rumah” atau “lumbung”. Biji Congklak yang biasanya terbuat dari cangkang kerang, biji-bijian, atau kelereng, berjumlah 98 buah.
Cara bermain Congklak cukup sederhana namun membutuhkan strategi dan ketelitian. Setiap pemain akan mengisi tujuh lubang kecil di sisi mereka dengan tujuh biji Congklak. Pemain secara bergilir mengambil semua biji dari salah satu lubang kecil di sisinya, kemudian membagikannya satu per satu ke lubang-lubang berikutnya searah jarum jam, termasuk lubang kecil lawan dan “rumah” sendiri, tetapi tidak ke “rumah” lawan. Jika biji terakhir jatuh di “rumah” sendiri, pemain berhak melanjutkan gilirannya. Jika biji terakhir jatuh di lubang kecil kosong di sisi pemain, maka pemain tersebut berhak mengambil semua biji yang ada di lubang kecil kosong tepat di hadapannya (di sisi lawan) dan memasukkannya ke dalam “rumah” miliknya. Permainan berakhir ketika semua lubang kecil telah kosong. Pemenangnya adalah pemain yang memiliki biji terbanyak di “rumah”nya.
Menurut catatan sejarah yang dihimpun oleh Tim Museum Nasional pada tanggal 17 Agustus 2020, permainan Congklak diperkirakan masuk ke Nusantara pada abad ke-17 melalui para pedagang dari Arab. Permainan ini kemudian menyebar luas di berbagai lapisan masyarakat dan menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Bahkan, di beberapa daerah, Congklak memiliki makna simbolis tersendiri yang berkaitan dengan hasil panen dan kesuburan.
Pada era 90an, permainan tradisional Congklak menjadi hiburan utama bagi anak-anak di berbagai pelosok negeri. Mereka bisa bermain di mana saja, baik di halaman rumah, di sekolah, maupun di lingkungan sekitar. Suara gemericik biji Congklak yang dipindahkan dari satu lubang ke lubang lain menjadi ciri khas suasana bermain kala itu. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan munculnya berbagai permainan digital, popularitas Congklak dan permainan tradisional lainnya mulai menurun. Meskipun demikian, upaya pelestarian terus dilakukan oleh berbagai pihak agar warisan budaya ini tidak hilang ditelan zaman.
Sebagai bagian dari kekayaan budaya bangsa, permainan tradisional Congklak memiliki nilai penting untuk terus dikenalkan kepada generasi muda. Selain melatih kemampuan berhitung, strategi, dan kesabaran, Congklak juga mengajarkan nilai-nilai kejujuran, sportivitas, dan interaksi sosial. Semoga permainan ini tetap lestari dan menjadi bagian dari warna-warni dunia bermain anak-anak Indonesia di masa depan.